Kewajiban Pengusaha Terhadap Karyawan yang di PHK Berdasarkan Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

A.      PENDAHULUAN
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha (Pasal 1 angka (25) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan (selanjutnya disebut UU Tenaker).

PHK yang dimaksud dalam UU Tenaker adalah PHK yang dilakukan dalam badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum, milik perseorangan, persekutuan atau milik badan hukum, baik milik swasta, negara, maupun usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan memperkerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain (Pasal 150 UU Tenaker).

Apabila akan terjadi PHK, maksud PHK tersebut wajib dirundingkan pengusaha dengan serikat pekerja/buruh atau pekerja/buruh apabila yang pekerja/buruh bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/buruh. Apabila perundingan tersebut tidak menghasilkan persetujuan, maka pengusaha hanya dapat melakukan PHK dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial (Pasal 151 ayat (2) dan (3) UU Tenaker).
Dalam hal terjadi PHK, maka pengusaha wajib membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja (UPMK, dan uang penggantian hak (UPH) yang seharusnya diterima (Pasal 156 ayat (1) UU Tenaker).
Bagan Perhitungan Uang Pesangon, UPMK dan UPH
Sesuai dengan Ketentuan Pasal 156 UU Tenaker
1.
Uang Pesangon Pasal 156 ayat (2) UU Ketenagakerjaan :
a.       Masa kerja kurang dari 1 tahun, 1 bulan upah;
b.       Masa kerja 1 tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 tahun, 2 bulan upah;
c.       Masa kerja 2 tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 tahun, 3 bulan upah;
d.       Masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 tahun, 4 bulan upah;
e.       Masa kerja 4 tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 tahun, 5 bulan upah;
f.        Masa kerja 5 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun, 6 bulan upah;
g.       Masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 tahun, 7 bulan upah;
h.       Masa kerja 7 tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 tahun, 8 bulan upah;
i.        Masa kerja 8 tahun atau lebih, 9 bulan upah.
2.
Uang Penghargaan Masa Kerja (Pasal 156 ayat (3) UU Ketenagakerjaan) :
a.        Masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun, 2 bulan upah;
b.        Masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 tahun, 3 bulan upah;
c.        Masa kerja 9 tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 tahun, 4 bulan upah;
d.       Masa kerja 12 tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 tahun, 5 bulan upah;
e.        Masa kerja 15 tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 tahun, 6 bulan upah;
f.        Masa kerja 18 tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 tahun, 7 bulan upah;
g.        Masa kerja 21 tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 tahun, 8 bulan upah;
h.        Masa kerja 24 tahun atau lebih, 10 bulan upah.
3.
Uang Penggantian Hak (Pasal 156 ayat (4) UU Ketenagakerjaan) :
a.       Uang cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
b.       Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ketempat di mana pekerja/buruh diterima bekerja;
c.       Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan dtetapkan 15% (lima belas persen) dari uang pesangon dan/atau penghargaanmasa kerja bagi yang memenuhi syarat;
d.       Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

B.      ALASAN PHK, DASAR HUKUM DAN KEWAJIBAN PENGUSAHA
Alasan-alasan PHK adalah alasan-alasan yang dibenarkan oleh UU Tenaker bagi pengusaha untuk melakukan PHK. Adapun alasan-alasan tersebut, dasar hukum dan kewajiban pengusaha apabila terjadi PHK dapat diterangkan di dalam bagan di bawah ini :

        Bagan Alasan PHK dan Kewajiban Pengusaha

No.
Alasan PHK dan Dasar Hk
Kewajiban Pengusaha
1.
































Karena pekerja/buruh melakukan kesalahan berat (Pasal 158 ayat (1) UU Tenaker) :
a.  Melakukan penipuan, pencurian atau penggelapan barang dan/atau uang milik perusahaan;
b. Memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan, sehingga merugikan perusahaan;
c.  Mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau mengedarkan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja;
d.  Melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja;
e.  Menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi teman sekerja atau pengusaha di lingkungan kerja;
f.   Membujuk teman sekerja atau pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan perturan perundang-undangan;
g.  Dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan;
h.  Dengan sengaja atau ceroboh membiarkan teman sekerja atau pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja;
i.   Membongkar atau membocorkan rahasi perusahaan yang seharusnya dirahasiakan, kecuali untuk kepentingan negara; atau
j.   Melakukan perbuatan lainnya di lingkungan perusahaan yang diancam pidana penjara 5 tahun atau lebih..
Pekerja/buruh yang di-PHK karena alasan melakukan kesalahan berat hanya dapat memperoleh uang penggantian hak sebagaimana dimaksud Pasal 156 ayat (4) UU Tenaker (Pasal 158 ayat (3) UU Tenaker).
2.






Karena pekerja/buruh setelah 6 bulan tidak dapat melakukan pekerjaan, karena dalam proses perkara pidana bukan atas pengaduan pengusaha, dan pekerja/buruh dinyatakan bersalah. PHK ini dilakukan tanpa penetapan lembaga PHI Pasal 160 ayat (3) dan (5) UU Tenaker.
Pengusaha wajib memberikan uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) UU Tenaker dan uang penggantian hak (Pasal 156 ayat (4) UU Tenaker) (Pasal 160 ayat (7) UU Tenaker).
3.




Karena melakukan pelanggaran ketentuan yag diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, setelah diberikan peringatan 1, 2 dan 3 secara berturut-turut (Pasal 161 ayat (1) UU Tenaker).

Pengusaha wajib memberikan pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) UU Tenaker, uang penghargaan masa kerja sebesar  1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) UU Tenaker dan uang penggantian hak sesuai Pasal 156 ayat (4) UU Tenaker (Pasal 161 ayat (3) UU Tenaker).
4.


Karena mengundurkan diri atas kemauan sendiri (Pasal 162 ayat (1) UU Tenaker).

Pengusaha wajib memberikan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) UU Tenaker (Pasal 162 ayat (1) UU Tenaker).
5.




Karena mengundurkan diri atas kemauan sendiri dan tugas serta fungsi pekerja/buruh tidak mewakili kepentingan pengusaha secara langsung (Pasal 162 ayat (2) UU Tenaker).

Pengusaha wajib memberikan selain uang penggantian hak sesuai dengan Pasal 156 ayat (4) UU Tenaker, juga uang pisah yang besarnya dan pelaksanaanya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama (Pasal 162 ayat (2) UU Tenaker).
6.




Karena perubahan status, penggabungan, pel;eburan perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja di perusahaan (Pasal 163 ayat (1) UU Tenaker).

Pengusaha wajib memberikan uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) UU Tenaker, uag penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) UU Tenaker dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) UU Tenaker.
7.



Karena perubahan status, penggabungan, pel;eburan perusahaan dan pengusaha tidak bersedia menerima pekerja/buruh di perusahaannya (Pasal 163 ayat (2) UU Tenaker).

Pegusaha wajib memberikan pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) Tenaker, uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) UU Tenaker dan uang penggantian hak sesuai Pasal 156 ayat (4) UU Tenaker.
8.




Karena perusahaan tutup, yang disebabkan karena mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun, atau keadaan memaksa (Pasal 164 ayat (1) UU Tenaker).

Pengusaha wajib memberikan pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) UU Tenaker, uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) UU Tenaker dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) UU Tenaker.
9.




Karena perusahaan tutup bukan karena kerugian atau keadaan memaksa, tetapi perusahaan melakukan efisiensi (Pasal 164 ayat (3) UU Tenaker).



Pengusaha wajib memberikan pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) UU Tenaker, uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) UU Tenaker dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) UU Tenaker.
10.




Karena perusahaan pailit (Pasal 165 UU Teaker).





Pegusaha wajib memberikan uang pesangon sebesar 1 (satu) kali  ketentuan Pasal 156 ayat (2) UU Tenaker, uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) UU Tenaker dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) UU Tenaker.
11.




Karena pekerja/buruh meninggal dunia (Pasal 166 UU Tenaker).





Pengusaha wajib memberikan uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) UU Tenaker, uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) UU Tenaker dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) UU Tenaker.
12.























Karena pekerja/buruh pensiun (Pasal 167 ayat (1), (2), (3) dan (5) UU Teaker).




























a.  Apabila pengusaha telah mengikutkan pekerja/buruh pada program pensiun yang iurannya dibayar penuh pengusaha, maka pekerja/buruh hanya berhak atau uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) UU Tenaker.
b.  Dalam hal besarnya jaminan atau manfaat pensiun yang diterima sekaligus dalam program pensiun termyata lebih kecil jumlahnya dari uang pesangaon sebesar 2 (dua) Kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) UU Tenaker dan uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) UU Tenaker dan uang penggantian hak sesuai ketentua Pasal 156 ayat (4) UU Tenaker, maka selisihnya dibayar oleh pengusaha. 
c.   Dalam hal pengusaha telah mengikutkan pekerja/buruh dalam program pensiun yang iuran preminya dibayar oleh pengusaha dan peker/buruh, maka yang diperhitungkan dengan uang pesangon, yaitu uang pensiun yang preminya dibayar oleh pengusaha.
d.  Dalam hal pengusaha tidak mengikutkan pekerja/buruh yang mengalami PHK karena usia pensiun pada program pensiu, maka pengusaha wajib meberikan uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) UU Tenaker, uang enghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai dengan ketentuan Pasal 156 ayat (4) UU Tenaker.
13.




















PHK atas permohonan pekerja/buruh, karena pengusaha melakukan perbuatan (Pasal 169 ayat (1) UU Tenaker) :
a.   Menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja/buruh;
b.   Membujuk dan/atau menyuruh pekerja/buruh untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
c.   Tidak membayar upah tepat waktu selama 3 (tiga) bula berturut-turut atau lebih;
d.   Tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja/buruh ;
e.   Memerintahkan pekerja/buruh untuk melaksanakan pekerjaan di luar yang diperjanjikan;
f.    Memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan dan kesusilaan pekerja/buruh, sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan pada perjanjian kerja.
a.  Pengusaha wajib memberikan pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) UU Tenaker, uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) UU Tenaker dan uang penggantian hak sesuai dengan ketentuan Pasal 156 ayat (4) UU Tenaker (Pasal 169 ayat (2) UU Tenaker);
b.  Dalam hal pengusaha dinyatakan tidak melakukan perbuatan tersebut oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, maka pengusaha dapat melakukan PHK tanpa penetapan lembaga PHI dan pekerja/burus bersangkutan tidak berhak atau uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Bidang Hukum Acara Perdata Bagian I

Kedudukan Hukum Girik Terhadap Sertifikat Hak atas Tanah

Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Bidang Hukum Acara Perdata Bagian III