Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Bidang Hukum Acara Perdata Bagian III
B.
Penarikan
Pihak Ketiga Dalam Perkara
1. Abstraksi
: Pengikutsertaan pihak ketiga dalam suatu proses perdata yang sedang berjalan,
ditentukan oleh ada tidaknya permintaan untuk itu dari para pihak atau pihak
ketiga di luar perkara yang merasa berkepentingan.
Putusan Mahkamah Agung tgl. 13 Maret
1979 No. 1411 K/Sip/1978.
Sumber: Rangkuman Yurisprudensi
Mahkamah Agung RI, Cetakan kedua, Mahkamah Agung RI, 1993, hlm. 417.
2. Abstraksi
: Bahwa hakim pertama telah menjadikan istri kedua dari tergugat sebagai pihak
ke III dalam perkara ini, dengan tiada lawan.
Bahwa lebih tepat kepadanya diberi
kedudukan dalam perkara sebagai tergugat II di samping suaminya sebagai
tergugat I, mengingat ia masih tinggal bersama dan bersama-sama pula menguasai
barang-barang cidra.
Putusan Mahkamah Agung tgL 17-6-1976
No. 175 K/Sip/1974.
Sumber: Rangkuman Yurisprudensi
Mahkamah Agung RI, Cetakan kedua, Mahkamah Agung RI, 1993, hlm. 289.
3. Abstraksi
: Tidak dapat dibenarkan apabila Pengadilan Tinggi memerintahkan Pengadilan
Negeri untuk menarik pihak ketiga sebagai turut tergugat (yang dalam gugatan
asal dijadikan pihak dalam perkara).
Putusan Mahkamah Agung tgl. 18-11-1975
No. 457 K/Sip/1975.
Sumber: Rangkuman Yurisprudensi
Mahkamah Agung RI, Cetakan kedua, Mahkamah Agung RI, 1993, hlm. 289.
4. Abstraksi:
Hanya penggugatlah yang berwenang menentukan siapa yang digugat.
Pengadilan
Tinggi tidak berwenang untuk karena jabatan menempatkan seseorang yang tidak
digugat sebagai tergugat, karena hal tersebut adalah bertentangan dengan asas
acara perdata, bahwa hanya penggugatlah yang harus berwenang untuk menentukan
siapa-siapa yang akan digugatnya.
Putusan Mahkamah Agung tgl. 16-6-1971
No. 305 K/Sip/1971.
Sumber: Rangkuman Yurisprudensi
Mahkamah Agung RI, Cetakan kedua, Mahkamah Agung RI, 1993, hlm. 290.
C. PENGUNDURAN
TERGUGAT DI PERSIDANGAN
1. Abstraksi
: Pertimbangan Pengadilan Tinggi yang dibenarkan Mahkamah Agung : Pengunduran
tergugat II pada sidang ketiga haruslah tidak dibenarkan oleh Pengadilan karena
penggugat berkeberatan terhadap pengunduran itu, sehingga tergugat II harus
tetap dianggap sebagai pihak dalam perkara. (i.e. pada sidang ketiga Pengadilan
Negeri tergugat II mengundurkan diri sebagai tergugat untuk kemudian bertindak
sebagai saksi dari tergugat).
Putusan Mahkamah Agung tgl. 23-3-1976
No. 832 K/Sip/l973.
Sumber: Rangkuman Yurisprudensi
Mahkamah Agung RI, Cetakan kedua, Mahkamah Agung RI, 1993, hlm. 290.
2. Abstraksi
: Pertimbangan Pengadilan Tinggi yang dibenarkan Mahkamah Agung:
Putusan Hakim pertama
yang menyangkut 14 orang tergugat, yang selama sidang beriangsung, di luar
sidang persoalannya telah selesai dengan pihak penggugat secara damai, kemudian
dalam diktum bagian kedua menghukum mereka untuk menaati dan melaksanakan isi
perjanjian yang telah dibuatnya adalah tidak tepat.
Bahwa seharusnya
dalam hal tersebut Hakim pertama harus mengusulkan kepada para penggugat agar
mereka sebelum perkara diputus, mencabut gugat mereka terhadap 14 orang
tersebut, dan apabila pihak penggugat tidak mau melakukan hal itu, dengan
putusan oleh karena antara mereka tidak ada persoalan lagi, menyatakan gugat
terhadap mereka tidak dapat diterima.
Putusan Mahkamah Agung tgl. 28-1-1976
No. 201 K/Sip/1974.
Sumber: Rangkuman Yurisprudensi
Mahkamah Agung RI, Cetakan kedua, Mahkamah Agung RI, 1993, hlm. 290.
3. Abstraksi
: Hakim pertama telah menyalahi hukum acara karena menganggap tergugat I
dikeluarkan dari gugatan dan terhadapnya tidak menjatuhkan putusan. (i.e.
Pengadilan Negeri mempertimbangkan: bahwa tergugat I menyatakan bahwa ia tldak
pernah menghaki atau menjual sawah sengketa; - bahwa dalam surat gugatan juga
tidak pernah disinggung apakah tergugat I pernah menghaki atau menjual sawah
tersebut - bahwa oleh tergugat itu tergugat I harus dikeluarkan dari gugatan).
Putusan Mahkamah Agung tgl. 8-1-1976
No. 482 K/Sip/1973.
Sumber: Rangkuman Yurisprudensi
Mahkamah Agung RI, Cetakan kedua, Mahkamah Agung RI, 1993, hlm. 291.
D.
INTERVENSI
1.
Abstraksi : Judex facti mempunyai
pengertian yang salah mengenai istilah intervenient (intervensi) dan pembantah.
Intervenient (i.c.
tussenkomst) adalah pihak ketiga yang tadinya berdiri di luar acara sengketa
ini, kemudian diizinkan masuk ke dalam acara yang sedang berjalan untuk membela
kepentingannya sendiri. Sedangkan pembantah (dalam perkara ini) adalah pihak
ketiga yang membela kepentingannya sendiri, tetapi tetap berada di luar acara
yang sedang berjalan dan perkaranya tidak disatukan dengan perkara pokok antara
penggugat dan tergugat. Oleh karena itu, intervenient tidak dapat merangkap menjadi
pembantah dalam satu perkara yang sama.
Putusan Mahkamah Agung tgl. 16-12-1976
No. 731 K/Sip/1975.
Sumber: Rangkuman Yurisprudensi
Mahkamah Agung RI, Cetakan kedua, Mahkamah Agung RI, 1993, hlm. 418.
2. Meskipun
Rudy Sulistio dapat mempertahankan hak-haknya dalam suatu proses tersendiri,
tetapi segala sesuatu akan berjalan lebih mudah dan dapat dihindarkan
putusan-putusan yang saling bertentangan, jika ia langsung mencampuri proses
perkara ini, atas pertimbangan ini intervensi Rudy Sulistio tersebut dibenarkan.
Putusan Mahkamah Agung tgl. 14-10-1975
No. 1060 K/Sip/l972.
Sumber: Rangkuman Yurisprudensi
Mahkamah Agung RI, Cetakan kedua, Mahkamah Agung RI, 1993, hlm. 291.
E.
PIHAK-PIHAK DALAM
PERKARA
1. Abstraksi : Adanya hubungan kakak-adik kandung
antara Hakim Anggota Majelis Pengadilan Tinggi dengan pembela salah satu pihak
merupakan pelanggaran terhadap Pasal 702 RBg., maka Pengadilan Tinggi harus
memeriksa kembali pokok perkaranya dan memutusnya dalam tingkat banding dengan
susunan majelis Hakim yang lain.
Putusan Mahkamah Agung tgl. 5 Juli 1977
No. 1192 K/Sip/1974.
Sumber: Rangkuman Yurisprudensi
Mahkamah Agung RI, Cetakan kedua, Mahkamah Agung RI, 1993, hlm. 416.
2. Surat Kuasa untuk Berperkara
Abstraksi : Karena
dalam surat kuasa sudah disebutkan untuk pemeriksaan dalam tingkat banding dan
kasasi, dan dari berita acara pemeriksaan sidang pertama ternyata bahwa yang
bersangkutan hadir sendiri dengan didampingi oleh kuasanya maka dianggap surat
kuasa tersebut juga untuk pemeriksaan tingkat banding dan sudah khusus,
meskipun surat kuasa itu tidak dibuat untuk perkara ini, sehingga permohonan
banding seharusnya dapat diterima.
Putusan
Mahkamah Agung tgl. 27-4-1976 No. 453 K/Sip/1973.
Sumber:
Rangkuman Yurisprudensi Mahkamah Agung RI, Cetakan kedua, Mahkamah Agung RI,
1993, hlm. 418.
F.
KOMPETENSI
1.
Kompetensi Pengadilan Negeri
a. Dalam hal ada lebih dari seorang
tergugat masing-masing bertempat tinggal dalam wilayah Pengadilan Negeri yang
berbeda-beda, menurut Pasal 118 H.I.R. penggugat dapat mengajukan di Pengadilan
Negeri di mana salah seorang tergugat bertempat tinggal.
Putusan MahkamahAgung tgl. 5-12-1973
No. 261 K/Sip/1973.
Sumber: Rangkuman Yurisprudensi
Mahkamah Agung RI, Cetakan kedua, Mahkamah Agung RI, 1993, hlm. 266.
b. Pengadilan tidak berwenang untuk
meninjau kembali suatu putusan desa mengenai sawah sanggan.
Putusan Mahkamah Agung tgI. 26-11-1958
No. 361 K/Sip/1958.
Sumber: Rangkuman Yurisprudensi
Mahkamah Agung RI, Cetakan kedua, Mahkamah Agung RI, 1993, hlm. 266.
c. Abstraksi: PN berwenang memeriksa
perkara perbuatan melawan hukum oleh penguasa
Karena Peradilan Administrasi belum
terbentuk, maka Pengadilan Umum berwenang untuk memeriksa perkara perbuatan
melawan hukum dari Pemerintah.
(i.e. gugatan ditujukan terhadap Wali
Kota sehubungan dengan perintah pengosongan rumah).
Putusan Mahkamah Agung tgl. 19-11-1973
No. 634 K/Sip/I 973.
Sumber: Rangkuman Yurisprudensi
Mahkamah Agung RI, Cetakan kedua, Mahkamah Agung RI, 1993, hlm. 266.
d. Abstraksi: PN berwenang memeriksa
perkara perbuatan melawan hukum oleh penguasa
Bahwa menurut Yurisprudensi
"onrechtmatige overheidsdaad" Pengadilan Negeri berwenang untuk
mengadilinya.
Putusan Mahkamah Agung tgl. 14-11-1974
No. 339 K/Sip/1973.
Sumber: Rangkuman Yurisprudensi
Mahkamah Agung RI, Cetakan kedua, Mahkamah Agung RI, 1993, hlm. 267.
e. Abstraksi: PN berwenang memeriksa
perkara perbuatan melawan hukum oleh penguasa
Gugatan yang ditujukan kepada Wali Kota
atas dalih bahwa putusan Wali Kota yang berisi perintah kepada pengugat untuk
mengosongkan rumah dalam perkara adalah melanggar hukum dan tidak sesuai dengan
maksud P.P. No. 49/ 1963. adalah bukan perkara sewa-menyewa termaksud dalam
P.P. No. 49/1963 dan Pengadilan berwenang memeriksanya.
Putusan Mahkamah Agung tgl. 21-11-1973
No. 662 K/Sip/1973.
Sumber: Rangkuman Yurisprudensi
Mahkamah Agung RI, Cetakan kedua, Mahkamah Agung RI, 1993, hlm. 267.
f. Amar ke-3 dari putusan Pengadilan
Negeri yang dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi: "Menetapkan tergugat harus
membayar sewa rumah kedai pada penggugat" harus dibatalkan karena hal
tersebut tidak diminta oleh penggugat asal, lagi pula hal itu tidak termasuk
wewenang Peradilan Umum, tetapi adalah wewenang Kantor Urusan Perumahan.
Putusan Mahkamah Agung tgl. 11-2-1975
No. 1017 K/Sip/I973.
Sumber: Rangkuman Yurisprudensi
Mahkamah Agung RI, Cetakan kedua, Mahkamah Agung RI, 1993, hlm. 267.
g. Pertimbangan Pengadilan Tinggi yang
dibenarkan Mahkamah Agung:
Pencabutan/pembatalan hak pakai yang
telah diberikan atas tanah sengketa kepada tergugat-tergugat, bukanlah an
sich tindakan administratif; hal ini sesuai dengan Penjelasan dari
Departemen Agraria tertanggal 2 November 1965 No. DHK/53/45 mengenai
Pasal 29 ayat (I) P.P. No. 10/1961 tentang pejabat yang berwenang membatalkan
sesuatu hak; di mana pada alinea kedua dari surat tersebut dengan jelas
dinyatakan, bahwa yang dapat membatalkan suatu sertifikat hanyalah
"Keputusan Hakim atau Keputusan Menteri Agraria".
Oleh Pengadilan Tinggi keputusan
Pengadilan Negeri diperbaiki dengan menambahkan amar yang berbunyi sebagai
berikut:
"Memerintahkan kepada 'Kepala
Kantor Pendaftaran dan Pengawasan Pendaftaran Tanah dari Departemen Agraria
dahulu (sekarang Departemen Dalam Negeri Direktorat Agraria) mencabut kembali
hak pakai yang telah diberikannya atas tanah sengketa kepada "Langkat Hotel
& Restauran", berkedudukan di Medan dengan surat keterangan
pendaftaran tanah sengketa kembali atas nama alm. Tengku Kamaliah salah seorang
ahli waris dari alm. Tengku Machmud Abdul Djalil Rachmadsjah, semasa hidupnya
Sultan Negeri Langkat, dengan catatan, bahwa tanah ini berdasarkan keputusan
Pengadilan Negeri di Medan tgl. 7 Juni 1961 No. 60/1959 yang telah mempunyai
kekuatan mutlak, adalah termasuk dalam harta peninggalan dari alm. Tengku
Machmud Abdul Djalil Rachmadsjah tersebut.";
Putusan Mahkamah Agung tgl. 1-5-1975
No. 1077 K/Sip/1973.
Sumber: Rangkuman Yurisprudensi
Mahkamah Agung RI, Cetakan kedua, Mahkamah Agung RI, 1993, hlm. 268.
h. Pengeluaran izin bangunan di atas tanah
perkara yang berada dalam lingkungan Kotamadya Jambi semata-mata wewenang Wali
Kota, bukan termasuk wewenang Pengadilan Negeri, maka gugatan
penggugat-penggugat mengenai pencabutan izin bangunan atas tanah sertifikat hak
guna bangunan No. 171 alas nama tergugat-tergugat dinyatakan tidak dapat
diterima.
Putusan Mahkamah Agung tgl. 5-9-1973
No. 716 K/Sip/1973.
Sumber: Rangkuman Yurisprudensi
Mahkamah Agung RI, Cetakan kedua, Mahkamah Agung RI, 1993, hlm. 268.
Komentar
Posting Komentar